Para
bruder yang baik hati,
Ada
sekian banyak ungkapan Paus Fransiskus yang meng-inspirasikan yang bisa dipakai
untuk memperkaya ucapan Selamat Tahun Baru, namun saya hanya mau mengutip 3
butir yang diajukannya sebagai tujuan Tahun Hidup Bakti, yaitu: mengenang masa
lalu dengan penuh syukur, merangkul masa depan dengan penuh harapan serta
menghayati masa kini dengan sepenuh hati dan segenap jiwa.
Mengenang
masa lalu dengan penuh syukur
Waktu
Kapitel 2014 kita berkesempatan untuk merenungi kembali dengan penuh syukur
kepelayanan kongregasi di masa lalu. Sejumlah bruder mengadakan perjalanan
menapak-tilas para pendahulu, berawal di bawah salib kayu besar di VolksabdijOssendrecht, di mana pada tahun 30-an abad lalu para pemuda pengangguranmemulai hari-hari mereka dengan doa; lalu ke Oosterhout, Breda dan Bergen opZoom, dan mengakhirinya dengan ibadat di dalam gereja Geertrudis yang
monumental di Bergen op Zoom. Bukan soal prestasi, melainkan untuk mengenang
mereka yang memungkinkan kongregasi kita bermakna secara eksistensial bagi perkembangan
diri orang lain.
Sebagaimana
gedung-gedung besar yang kita tinggalkan itu tercabut dari semangat yang
mendasarinya ketika dibangun dulu, demikian juga mereka bisa menjadi kekaguman
yang menyesatkan. Risiko ketercabutan demikian bukanlah imajinasi belaka,
kiranya jelas dalam buku "Huijbergen dan Segala Ujung Bumi" yang
ditulis oleh Rob Wolf dalam rangka
peringatan jubileum 150 tahun kongregasi kita. Suatu kisah yang amat jujur dan
memikat tentang aktivitas di masa lalu; namun sia-sialah kalau mau menemukan
aspek batiniah dari pengabdian itu.
Jejak-jejak aspek batiniah yang tidak ditemukan itu misalnya retret
tahunan, rekoleksi bulanan, gambar-gambar suci yang lusuh karena sering
dipakai, biji-biji rosario yang jadi tipis terpilin tangan, buku pemeriksaan
batin dan sebagainya. Di situlah terdapat sumber energi para bruder, yang
merawat pengabdian diri mereka; di situlah mereka menemukan kedamaian dalam
keterombang-ambingan situasi serta relasi; dari situ mereka menimba daya untuk
pengorbanan dan untuk pengambilan keputusan-keputusan yang sulit. Kalau kita
mau adil terhadap para pendahulu kita, janganlah kita membiarkan dimensi
batiniah ini tidak diungkapkan. Bahwa terjadi demikian, dan luput dari
perhatian banyak orang, menunjukkan bahwa perspektif sang penulis yang sedikit
kurang. Tetapi hal itu juga menunjukkan melemahnya perhatian kita terhadap
penghayatan iman.
Merangkul
masa depan dengan penuh harapan
Dengan
melemahnya perhatian untuk penghayatan iman seperti itu, yang kadang-kadang
mengambil bentuk skeptis, sulitlah orang memberi tempat bagi butir kedua,
'merangkul masa depan dengan penuh harapan', dalam penghayatan kita. Namun
keyakinan bahwa Kasih Allah yang memanggil kita tetap aktif dalam diri kita;
dan yakin bahwa meskipun kita keras kepala dalam rencana dan prioritas kita,
Kasih tanpa pamrih ini di dalam dan melalui diri kita bisa kapan saja
meyakinkan orang lain bahwa Dialah yang memanggil kita; yakin bahwa Kasih tanpa
pamrih ini sewaktu-waktu bisa memberi ketentraman pada orang di sekitar kita;
dan yakin bahwa ketika solidaritas Allah sewaktu-waktu mewujud di dalam
kelembutan kita, maka masa depan tidak dilihat dari perspektif harapan dan
prestasi kita sendiri, melainkan pada KasihNya yang berdaya cipta kreatif
tak-terbayangkan. Kalau demikian ada
harapan. Sebab kekurangan dan kegagalan kita tidak bisa menghalanginya. Dia
yang bersabda, "Aku ada bagimu", akan memberi energi bagi orang-orang
juga di masa depan untuk 'ada' bagi orang lain.
Menghayati
masa kini dengan sepenuh hati dan segenap jiwa
Paus
menyebut tujuan ketiga sebagai 'menghayati masa kini dengan sepenuh hati dan
segenap jiwa'. Anjuran untuk hadir dengan penuh perhatian dan kasih, menuntut
kita tetap terbuka terhadap kelemahan-kelemahan dan juga kebaikan-kebaikan di sekeliling
kita. Orang yang bisa bersyukur atas masa lalu dan bisa memandang penuh harapan
pada masa depan yang belum diketahui, juga dengan mudah akan bisa menghayati
aktualita di sekitarnya dengan perhatian dan kasih.
Marilah
kita saling membantu agar segala tumpukan kebijak-sanaan, timbunan pedih
kekecewaan dan kegagalan tidak menghalangi kita untuk tetap bersikap terbuka
secara batiniah. Marilah kita juga tetap memberi perhatian bagi batin serta
iman kita, karena barangsiapa tidak setiap hari masuk ke dalam diri sendiri,
pada suatu ketika pintunya akan tertutup; atau menurut pepatah di musim dingin:
'barangsiapa tidak setiap hari mengaduk hatinya, akan beku sendiri'.
Setulus
hati saya ucapkan, semoga Tahun 2015 menjadi Tahun Para Religius bagi kita masing-masing;
dan bagi umat beriman menjadi suatu tahun yang memperkaya serta memberi
kedalaman makna hidup.
br.
bram
Huijbergen
09-01-2015